
Latar Belakang
Pemerintah Kota Malang berencana melakukan kebijakan penanganan banjir dengan membangun proyek drainase di Jalan Soekarno-Hatta. Rencana pembangunan drainase di kawasan Jalan Soekarno Hatta (Suhat) Kota Malang adalah Rp 32 miliar yang dilakukan pada tahun ini (2025), nominal ini tentu tergolong besar. Namun, kebijakan ini memicu polemik karena akan menebang ratusan pohon yang ada di wilayah tersebut sehingga justru berpotensi akan mengancam aspek ekologis kota. Kebijakan ini dinilai kontraproduktif terhadap upaya mitigasi banjir. Dimana pohon memiliki peran penting dalam menyerap air hujan, mengurangi erosi tanah, serta menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan. Klaim bahwa pohon yang ditebang akan digantikan dengan bibit dari kebun kota tidak serta merta menyelesaikan masalah. Pohon yang baru ditanam memerlukan waktu puluhan tahun untuk memiliki fungsi ekologis yang setara dengan pohon yang ditebang.
Banjir di Kota Malang bukan hanya disebabkan oleh kurangnya drainase, tetapi lebih dari itu, merupakan akibat dari tata kelola ruang yang buruk, alih fungsi lahan yang tidak terkendali, dan minimnya kawasan resapan air. Berdasarkan kajian Aliansi Selamatkan Malang Raya, hanya sekitar 17,73% dari luas wilayah, atau 1.966,06 hektar dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tersedia di Kota Malang. Itupun bentuknya adalah taman kota, kebun bibit, pemakaman, hutan kota, dan RTH pada jalur tengah jalan, lapangan olahraga, serta monumen kota, sehingga masih jauh dalam wujud RTH yang sesungguhnya. Situasi ini diperparah dengan masifnya berbagai pembangunan fisik berupa apartemen, perumahan, dan kawasan komersial yang saat ini marak terjadi.
Riset ini mencoba untuk memfokuskan pada berbagai pembangunan drainase atau gorong-gorong dari tahun ke tahun, yang tidak efektif sehingga gagal dalam menangani banjir. Kami menduga ada berbagai kepentingan yang berkait kelindan antara penanganan banjir, berbentuk pengadaan proyek drainase, serta relasinya dengan elit politik dan bisnis. Pemetaan tersebut menjadi perlu untuk melihat dari sisi “belakang layar”, bahwa penanganan banjir sekalipun, yang harusnya berfungsi menambah kenyamanan kehidupan masyarakat, tidak dapat terlepas dari aspek “bisnis”. Dimana logika bisnis selalu mengutamakan keuntungan (profit) alih-alih kesejahteraan. Ini hanya dapat diketahui melalui pemetaan atas berbagai macam proyek penanganan drainase dari tahun ke tahunnya di Kota Malang. Riset ini bertujuan untuk memetakan berbagai jenis masalah dalam pengadaan drainase di Kota Malang. Kami menyadari riset sederhana ini masih banyak kekurangan, jauh dari kata sempurna, sehingga kami berharap ada riset lanjutan yang dilakukan secara lintas lembaga dan sektoral, seperti kampus, lembaga tink-tank, dan lain sebagainya.
Metode Riset
Metode riset yang digunakan dengan mengelaborasikan serangkaian indikator yang disebut metode Potential Fraud Analysis (PFA), dalam opentender.net untuk melihat sejauh mana potensi resiko kecurangan dari tiap paket pengadaan pemerintah. Namun potensi kecurangan ini tidak dapat diartikan bahwa telah terjadi fraud atau kecurangan pada proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJP) tersebut. Untuk memastikan bahwa ada kecurangan dalam suatu proses PBJP, perlu dilakukan pemeriksaan dan penelusuran yang lebih mendalam. Kami juga menambahkan sumber lain dari temuan media massa serta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Berbagai pengadaan yang telah diinventarisir dalam penelitian ini, dibatasi nominalnya hanya senilai minimal Rp 1 Miliar. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah pengadaan serupa dibawah nominal tersebut, terutama berupa belanja jasa konsultasi pengadaan. Pembatasan ini juga dilakukan untuk memudahkan penyaringan hasil penelitian dari data yang lebih padat. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri juga bahwa semua jenis pengadaan juga memiliki potensi kecurangan yang sama. Selain itu, karena website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Malang yang masih tertutup terhadap data pengadaan drainase tahun 2024 hingga 2025, kami hanya memakai pengadaan dari rentang waktu tahun 2022 hingga 2023.
Gambaran Umum
Sejak tahun 2022 hingga 2023, terdapat sekurang-kurangnya sekitar 19 pengadaan proyek drainase dengan nominal lebih dari 1 Miliar. Kesemuanya berupa paket belanja modal, pembangunan konstruksi (atau rehabilitasi), serta belanja jasa konstruksi. Sedangkan kisaran nominal biayanya merentang antara 1 Miliar hingga 8 Miliar. Dari ke 19 perusahaan, terdapat 4 perusahaan yang memenangkan dua proyek drainase di Kota Malang antara tahun 2022 dan 2023, diantaranya yakni CV CBS, CV PP, CV PY, dan RM. Sedangkan untuk nominal terbesar terjadi pada 2023, dilakukan oleh CV CBS dengan nominal tender senilai Rp. 8,8 Miliar. Berbagai masalah yang muncul diantaranya seputar perbandingan nilai kontrak dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), deskripsi tender, pemenang berulang, kekurangan volume, pembangunan molor, nilai kontrak yang cukup tinggi, serta pelaksanaan tender di akhir tahun.
Tabel 1.Paket Pengadaan Drainase dan masalahnya (2022-2023) di Kota Malang
Tahun | Jumlah Paket (lebih dari 1 M) | Jumlah Perusahaan | Permasalahan |
2022 | 7 pengadaan (terdiri dari 4 belanja jasa dan 3 belanja konstruksi) | 6 perusahaan | 1. Perbandingan nilai kontrak dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). 2. Pemenang berulang. 3. Nilai kontrak yang cukup tinggi. 4. Pelaksanaan tender di akhir tahun. 5. Kekurangan volume 6. Pembangunan molor |
2023 | 12 pengadaan (terdiri dari 1 belanja modal, 6 belanja kontruksi, dan 5 belanja jasa) | 10 perusahaan |
Rincian Masalah Pengadaan Drainase di Kota Malang
1. Perbandingan Nilai Kontrak dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Saat nilai kontrak semakin mendekati HPS maka memungkinkan potensi penyimpangan tinggi (mark up). Begitupun sebaliknya, semakin jauh nilai kontrak dibawah HPS juga mengindikasikan perencanaan kurang baik/ potensi penyimpangan tinggi, serta kualitas barang dan atau pengerjaan yang patut dipertanyakan. Misalnya, tender “Belanja Modal Pembangunan Jaringan Jalan, Jembatan dan Drainase di Perumahan PNS Kelurahan Bandulan” pada 2023 yang dimenangkan oleh perusahaan TPB. Pengadaan ini memiliki nilai kontrak senilai Rp. 3,4 Miliar, sedangkan HPS-nya 4,3 Miliar, terpaut 0,9 Miliar. Contoh lain, yakni proyek CV CBS pada 2023 dimana nilai kontraknya Rp. 8,8 Miliar, sedangkan HPS-nya Rp. 11,8 Miliar, terpaut 3 Miliar dibawah HPS. Nilai yang terpaut jauh ini mengindikasikan perencanaan yang kurang baik dan potensi penyimpangan yang tinggi.
2. Pemenang Berulang.
Pemenang berulang berarti menghitung berapa kali sebuah perusahaan memenangkan pengadaan pemerintah dalam satu tahun anggaran; semakin banyak sebuah perusahaan menang di tahun anggaran yang sama, maka potensinya akan semakin besar. Sebagai contoh, pada 2023 CV. AB memenangkan 3 proyek pengadaan di tahun yang sama. Kesemuanya adalah 2 proyek belanja jasa konstruksi rehabilitasi jalan dan 1 proyek belanja konstruksi drainase. Perusahaan yang lain, yakni CV. PY memenangkan 4 proyek sekaligus pada 2022, yakni 3 proyek belanja jasa konstruksi drainase dan 1 proyek belanja modal bangunan gantangan burung. Perusahaan yang sama juga memenangkan kembali 1 proyek belanja jasa konstruksi pembangunan drainase pada 2023.
3. Nilai Kontrak yang Tinggi.
Semakin tinggi nilai kontrak sebuah pengadaan maka potensi resiko kecurangannya pun semakin besar. Sebagai contoh pada tahun 2023 CV. CBS memenangkan kontrak senilai Rp. 8,8 Miliar, dengan judul tender “Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong Jl. Danau Bratan Timur – Jl. KiAgeng Gribig, Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang, Kota Malang,Pembangunan Saluran Jl. Danau Toba – Ki Ageng Gribig, Kel. Madyopuro, Kec.Kedungkandang, Kota Malang”. Pada tahun 2024 baru ditemukan bahwa proyek ini memang bermasalah dalam bukti LHP BPK, seperti yang akan dibahas selanjutnya pada poin 4.
4. Kekurangan volume
Pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2023 (yang baru bisa diakses pada pertengahan tahun 2024), terdapat 2 pekerjaan drainase di Kota Malang yang kekurangan volume. Kekurangan volume proyek adalah selisih antara volume pekerjaan yang direncanakan dengan volume pekerjaan yang dilaksanakan. Pekerjaan yang kekurangan volume dapat dikategorikan sebagai potensi tindak pidana korupsi. Metode audit yang dipakai BPK, pemeriksaan fisik difokuskan pada bidang konstruksi yang nampak, serta analisis dokumen as built drawing terhadap bidang konstruksi yang tak nampak dibandingkan dengan dokumen back up volume guna menguji kesesuaian dimensi dan spesifikasi teknis pekerjaan. Pertama, yakni pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong Jl. Danau Bratan Timur – Jl. KiAgeng Gribig, Kel. Madyopuro, Kec. Kedungkandang, Kota Malang,Pembangunan Saluran Jl. Danau Toba – Ki Ageng Gribig, Kel. Madyopuro, Kec.Kedungkandang, Kota Malang. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV CBS senilai Rp. 8, 8 Miliar. Setelah melakukan pemeriksaan, BPK menemukan kekurangan volume senilai Rp. 134,9 Juta. Kedua, pengadaan Belanja Konstruksi Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-gorong Simpang Raya Langsep – Kelapa Sawit, Kel. Pisang Candi, Kec. Sukun, Kota Malang. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. NMC dengan nilai kontrak Rp 1,7 Miliar. BPK menemukan jumlah kekurangan volume senilai Rp. 31,7 Juta.
5. Pelaksanaan di Akhir Tahun (Kuartal ke-4)
Pengadaan di kuartal keempat dapat mengindikasikan pengadaan dalam rangka menghabiskan anggaran dengan proses yang terburu-buru (padahal tender memerlukan tahapan-tahapan yang tidak sederhana), sehingga hasilnya tidak maksimal. Contohnya, tender yang dimenangkan oleh perusahaan RM pada 2022 yang nilai kontraknya Rp. 1,9 Miliar. Pengumuman tender baru dilakukan pada tanggal 2 bulan November lalu penetapan pemenangnya pada tanggal 18 Novembernya.
6. Pembangunan yang Molor
Sebagai contoh, pengadaan konstruksi berjudul “Belanja Konstruksi Pembangunan Saluran Drainase/Gorong-Gorong Perkotaan Jalan Dieng” pada 2022 dimana penetapan pemenang sudah dilakukan pada Juli tahun 2022, yang menghabiskan anggaran Rp. 5,2 Miliar. Namun, hingga bulan desember nya, proses pengerjaan tak kunjung selesai. Dampak pembangunan yang molor tersebut mengganggu aktivitas masyarakat : kemacetan terus terjadi, hingga mengganggu pejalan kaki karena pedestrian telah dirusak. Perusahaan yang sama antara tahun 2021 hingga 2023 juga menjadi langganan pemenang tender di Kota Malang, total sebanyak 5 proyek telah dimenangkan.