Mempertanyakan Keberpihakan Layanan Dasar Pemkab Malang: Studi Kasus Penyaluran Dana Hibah Kabupaten Malang

Foto: DISWAY.ID
Sumber: Disway

Kabupaten Malang memiliki banyak catatan buruk terkait korupsi pada sektor layanan pendidikan pada tahun 2011 hingga tahun 2018. Pada periode tersebut, uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk membayar hutang-piutang dari beberapa pengusaha sebagai pembiayaan dana kampanye, yang pada Pilbup 2015  mencapai Rp 31 M. Biaya kampanye yang mahal ini kemudian menyandera Mantan Bupati Rendra Kresna (RK) untuk mengembalikannya dalam bentuk ijon proyek di beberapa pemerintahan. Salah satu proyeknya meliput pengkondisian proyek untuk Dinas Pendidikan yang mencapai 17%-20%. Rencana tersebut disusun sedemikian rupa oleh tim sukses, sejumlah ASN dan Kepala SKPD melalui pengaturan lelang e-procurement agar pemenangnya adalah tim sukses dari kubu RK.

Korupsi sektor layanan dasar ini menjadi sangat fatal dan sekaligus keji. Kenapa demikian? Karena layanan dasar, seperti halnya pendidikan, terkait langsung dengan efektifitas kebijakan publik yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Jika pendidikan efektif, maka siswa akan merasa nyaman karena hak-haknya terpenuhi, terutama dari fasilitas sekolahnya. Pemenuhan tersebut akan menjadikan proses belajar mengajar semakin efisien. Akan tetapi, merebaknya korupsi sektor pendidikan mengindikasikan ketidakseriusan pemerintah dalam menghadirkan pendidikan untuk warganya, dan warganya hanya dianggap sebagai angka yang dikuantifikasi dalam bentuk uang.  Korupsi sektor pendidikan akan merusak generasi muda, karena berdampak pada pelaksanaan belajar mengajar yang tidak efektif. Seperti yang terjadi di Kabupaten Malang di periode itu (2011-2018), masih banyak sekolah-sekolah SD dan SMP yang fasilitasnya rusak sedang hingga parah, karena korupsi masalah langsung di lapangan bisa sangat rumit. Hal ini yang seharusnya dipahami oleh segenap pemerintah Kabupaten Malang, baik yang dulu maupun sekarang.

Pada tahun 2022, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat pemberian bantuan hibah kepada lembaga nirlaba dan bersifat sosial kemasyarakatan yakni Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Bantuan sebesar Rp5.306.500.000,00 (5,3 Miliar) nyatanya belum diterima siswa penerima. Menurut kami ini menjadi gambaran bagaimana Pemerintah Kabupaten Malang tidak dapat belajar dari kasus yang dulu-dulu. Sehubungan dengan bantuan hibah kepada siswa, terhitung nominal per siswa menerima Rp. 100.000,00 (100 ribu rupiah), dengan penganggaran yang sedianya selesai pada tahun 2022, namun hingga awal tahun 2023 dana ini tidak segera disalurkan ke semua siswa MI dan MTS. Dalam hemat kami, ini menandakan Pemkab Malang tidak memprioritaskan layanan dasar terutama pendidikan. Rencananya, pada 2022 bantuan hibah ini akan disalurkan senilai 10,2 miliar namun hingga bulan Maret tahun 2023 uang yang diterima oleh siswa baru Rp. 77,7 juta. Kronologi dari peristiwa tersebut dapat dibaca melalui tabel di bawah ini:

Adapun mekanisme penyaluran dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Bakesbangpol dengan Kepala Madrasah serta pemetaan masalahnya sebagai berikut:

Mekanisme Penyaluran Dana HibahMasalah-Masalah
Kepala Madrasah mengajukan permohonan kepada Kepala Bakesbangpol dengan melampirkan Surat Pernyataan Penerimaan Bantuan Keuangan, NPHD, Pakta Integritas, Surat Pernyataan Kepemilikan Rekening Bank, fotokopi rekening bank, dan KTP sesuai dengan rekening bank.  Proses pengajuan tidak transparan, tertutup, dan tidak partisipatif.
Karena tertutup, maka kevalidan datanya pun patut dipertanyakan. 
Termasuk keterbukaan informasi anggaran (APBD, KAK Kesbangpol, dan realisasinya).
Ketidaksesuaian data NPHD
Belanja Hibah dibayarkan melalui pemindahbukuan dari rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Malang ke rekening bank atas nama madrasah.Data siswa penerima dana hibah saling tumpang tindih (ada di SK Bupati tetapi tidak tercantum di payroll Bank Jatim, siswa penerima yang jumlahnya tidak sesuai dengan yang tersebut dalam SK Bupati).
Tumpang tindih juga terjadi, antara data sekolah berasal dari database Kemenag, sedangkan data anggaran berasal dari Bakesbangpol.
Data siswa belum disesuaikan dengan Customer Information File (CIF) yang dipersyaratkan oleh Bank Jatim untuk aktivasi nomor rekening.
Ketiadaan prosedur yang pasti terkait pencairan.
Untuk selanjutnya mendistribusikan kepada siswa penerima bantuan sesuai dengan proposal.LPJ tidak segera dibuat
Beberapa bukti menunjukan bantuan tersebut ada yang tidak langsung diserahkan kepada siswa. Misalnya, sekolah yang memegang buku rekening sekolah lalu mengambilnya bersama siswa, namun uang belum diserahkan ke siswa. Ada pula yang diambil siswa namun diserahkan kembali seluruhnya ke MTs. 
Keseluruhan masalah ini memicu adanya gap prosedur yang berpotensi mengakibatkan celah korupsi.

Telah dijelaskan sebelumnya, setiap siswa penerima bantuan hibah akan menerima bantuan uang sebesar Rp. 100.000,00 (100 ribu rupiah), sehingga totalnya berjumlah Rp. 5.732.800.000,00 atau Rp 5,7 Miliar (sesuai SK Bupati). Realisasi ini tidak sesuai dengan angka yang tertera pada Kerangka Acuan Kerja (KAK) dari Kesbangpol, yakni Rp10.246.500.000,00 (10,2 Miliar). Menurut Kesbangpol, hal ini terjadi karena durasi waktu yang pendek, terutama berkaca dari pelaksanaan penganggaran, proses verifikasi dan rekapitulasi, hingga pencairan. Menurut kami, Malang Corruption Watch, upaya ini memang tidak direncanakan secara serius dan hal ini juga memunculkan potensi korupsi. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari fakta bahwa pengelolaan dana hibah di berbagai tempat sengaja dijadikan lahan basah korupsi. Seperti kasus korupsi dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) di Jawa Timur yang hingga saat ini proses persidangannya juga masih berlangsung.

Atas kondisi penyaluran hibah yang carut marut ini, dana hibah sebesar Rp5.306.500.000,00 (Rp5.384.200.000,00 – Rp77.700.000,00) adalah hibah yang belum diterima sampai ke siswa (sampai bulan Maret 2023). Padahal, ketika uang ini tersalur dengan baik, maka tentu hibah ini memberikan banyak manfaat kepada siswa. Dalam laporan BPK, per tanggal 18 Mei 2023 Bakesbangpol telah menerima LPJ penyaluran dana hibah dari sebagian besar MI dan MTs yang menerima dana tersebut. Namun menurut kami (MCW) yang lebih penting yakni validasi dan verifikasi, memastikan apakah uang tersebut telah diterima oleh siswa secara langsung atau belum. Langkah tersebut diperlukan supaya dana hibah, ditengah mekanisme penyaluran yang tidak transparan, dalam hal ini dapat menjadi celah untuk perilaku korup. Celah yang semakin membuat sengasara masyarakat karena manfaatnya tidak dapat dirasakan langsung oleh mereka yang membutuhkan. 

Redaksi Malang Corruption Watch (MCW)